Revolusi Hijau Pada Masa Orde Baru
Revolusi Hijau Pada Masa Orde Baru |
Revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang. Revolusi hijau didasari oleh adanya masalah yang diakibatkan pertambahan jumlah penduduk yang pesat yaitu bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.
Perkembangan revolusi hijau di Indonesia mengalami pasang surut karena faktor alam ataupun kerusakan ekologi. Hal ini tentunya mempengaruhi persediaan beras nasional. Pada tahun 1972 produksi beras Indonesia terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha peningkatan produksi beras nasional sekali lagi terganggu karena serangan hama yang mencangkup wilayah yang sangat luas pada tahun 1977.
Produksi pangan mengalami kenaikan ketika program intensifikasi khusus (insus) dilaksanakan pada tahun 1980. Hasilnya, Indonesia mampu mencapai tingkat swasembada beras dan tidak lagi mengimpor beras.
Revolusi hijau bertujuan mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani gaya baru (farmers). Revolusi hijau telah berperan memodernisasikan gaya lama untuk memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Perubahan ini dilakukan melalui usaha intensifikasi pertanian dengan programnya yang dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
- Pemilihan bibit unggul
- Pengolahan tanah yang baik
- Pemupukan
- Irigasi
- Pemberantasan Hama
Dalam program panca usaha Tani, petani dihimbau untuk menggunakan bibit padi hasil pengembangan Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI = Internasional Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah. Penggunaan bibit unggul tersebut telah berperan mengubah pola pertanian subsistensi menuju pertanian berbasis kapitalis atau komersialisasi.
Untuk memperluas daerah kapitalis pertanian padi, negara membuka investasi melalui pembangunan sistem irigasi modern dan pembagunan industri pupuk nasional. Selain itu, pemerintah juga mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).
Revolusi hijau pada awalnya mendatangkan keuntungan yang tinggi. Hasil pertanian kita meningkat bahkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Revolusi hijau yang dinyatakan sebagai sebuah sukses dan keajaiban di bidang pertanian yang berhasil melipat gandakan hasil panen. Revolusi hijau juga membawa dampak positif bagi sektor lapangan kerja, baik bagi para petani maupun buruh pertanian. Namun, Seiring dengan berkembangnya individualisasi hal atas tanah dan komersialisasi produksi pertanian ternyata mengakibatkan pola hubungan antarlapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan. Sistem kekerabatan yang pada awalnya menjadi pengikat antarhubungan di antara lapisan kian memudar.
Selain berdampak positif, revolusi hijau juga mempunyai dampak negatif. Revolusi hijau dapat mengakibatkan ketergantungan petani pada proses produksi pertanian seperti pupuk kimia, insektisida, fungisida, dan herbisida. Padahal bahan-bahan tersebut apabila digunakan secara berlebihan dapat merusak lahan pertanian. Rusaknya lahan pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian. Penggunaan zat kimia secara berlebihan mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak subur lagi, meledaknya hama bahkan yang resisten, serta terganggunya kesehatan, hilangnya keanekaragamanan hayati, dan ketergantungan petani.